Minggu, 07 April 2013

HAK CIPTA

        Istilah Hak Cipta di usulkan perrtama kali oleh Prof. St. Moh. Syah, Sh. Pada kongres kebuyaan di bandung tahun 1951(yang di terima oleh kongres tersebut) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang di anggap kurang luas cakupan pengertiannya. Istilah pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah bahasa belanda Auteurs Rechts. Dinyatakan luas karena istilah hal pengarang itu memberikan kesan “penyempitan”arti, seolah-olah yang di cakup oleh hak pengarang hanyalah hak dari pengarang saja, atau yang ada sangkut pautnya dengan karangan mengarang. Sedangkan istilah hak cipta itu lebih luas, menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang Hak Cipta No.19 tahun 2002Hak cipta adalah hal ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberi izin untuk itu dengan mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

FUNGSI DAN SIFAT HAK CIPTA   
Didalam pasal 2 Undang–undang Hak Cipta 1982 yang diperbaharui dengan Undang–undang Hak Cipta No.7 Tahun 1987 yang diperbaharui oleh Undang–undang No.12 Tahun 1997 dan kemudian diperbaharui lagi oleh Undang–undang No.19 Tahun 2002, secara tegas menyatakan dalam mengumumkan atau memperbanyak ciptaan serta member izin untuk itu harus memperlihatkan pembatasan–pembatasan menurut peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar setiap penggunaan dan memfungsikan Hak Cipta harus sesuai dengan tujuannya. Yang tujuan utama pembatasan terhadap Hak Cipta ini agar setiap orang dan badan hukum tidak menggunakan haknya secara sewenang – wenang, hak cipta ,mempunyai fungsi social, hal ini dapat kita lihat dengan jelas dari Undang – undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002.
Didalam penggunaanya harus diperhatikan apakah hal itu tidak bertentangan atau merugikan kepentingan umum. Didalam pasal 2 Undang – undang Hak Cipta 1982 yang telah diperbaharui dengan Undang – undang Cipta 1987 yang juga telah diperbaharui oleh Undang – undang 1997 dan telah diperbaharui oleh Undang –undang No. 19 Tahun 2002 dikatakan bahwa Hak Cipta itu merupakan hak khusus, dimana tidak ada yang berhak atas hak tersebut, kecuali pencipta itu sendiri ataupun orang lain dengan izin dari penciptanya. Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa hak individu itu dihormati namun pada penggunaanya tetap harus memperhatikan kepentingan umum. Kepentingan – kepentingan tersebut antara lain ; kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan.
Apabila Negara memandang perlu, maka negara dapat mewajibkan pemegang hak cipta untuk menerjemahkan atau memperbanyaknya atau pemegang hak cipta dapat member izin kepada pihak lain untuk melakukannya. Mengenai sifat dari hak cipta dapat kita lihat pasal 3 Undang – undang hak cipta yang dianggap sebagai benda bergerak yang dapat beralih ata dialihkan (transferable) seluruhnya atau sebagian dengan cara- cara tertentu yaitu :
a. Pewarisan
b. Hibah
c. Wasiat
d. Dijadikan milik Negara
e. Perjanjian yang dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta.
Seperti halnya hak - hak lain misalnya gadai, hak hipotek, hak merek, maka hak cipta termasuk jenis benda yang tidak berbentuk. Hal ini untuk dibedakan dengan adanya benda berbentuk misalnya rumah, kendaraan, hewan dan lain –lain. Hak cipta jika digolongkan ke dalam benda bergerak. Akan menimbulkan pertanyaan “apakah mungkin hak cipta dikuasai orang lain dan berlaku seolah – olah pemiliknya ?”. Menurut Saidin, SH hal ini tidak mungkin dan kalaupun mungkin hal moral tetap melekat pada si pencipta, karena sifat kemanunggalannya. Dengan demikian setiap orang akan dapat mengetahui siapa sebenarnya pemilik hak cipta tersebut.
Hak moral yang membedakan hak cipta dengan hak lainnya, ciri khusus ini hanya dimiliki hak cipta. Jika demikian maka dapat dikatakan bahwa isi pasal 3 Undang – undang Hak Cipta yang menyatakan bahwa hak cipta dianggap sebagai benda bergerak tidak tepat, karena walaupun hak cipta telah dialihkan kepada pihak lain namun hak moral melekat pada penciptanya. Sehingga hak cipta sebaiknya digolongkan kedalam benda tidak bergerak.


PENGGUNAAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA

 Pengaturan Hak Cipta yang dimiliki oleh Indonesia saat ini memiliki sejarah yang panjang. Lebih dari 70 Tahun lamanya perlindungan Hak Cipta berada dibawah naungan Undang – undang ciptan Belanda, baru kemudian pada Tahun 1982 kita baru memiliki Undang – undang sendiri yaitu Undang – undang No. 6 Tahun 1982. Namun seiring dengan waktu sejak Undang – undang tersebut diberlakukan ternyata hasilnya tidak seperti yang diharapakan sesuai dengan maksud awal penciptaanya.Sebagai pembaharuan atas Undang – undang No. 6 Tahun 1982, lahirlah Undang No. 7 tahun 1987, begitupun persoalan hak cipta belum dianggap tuntas. Para pencipta masih merasakan kekurangan akan kepastian hak. Maka lahirlah Undang – undang No. 12 tahun 1997. Seiring dengan waktu, kebutuhan kepastian hukum pun bertambah dengan kemajuan jaman makan pada akhirnya dikeluarkanlah Undang- undang No. 19 Tahun 2002, yang lebuih memperbaharui Undang – undang yang terdahulu yang diharapkan memberikan perlindungan hukum yang lebih memadai dan diundangkan pada bulan Juli 2002 tetapi baru mengikat pada tanggal 29 Juli 2003, dua belas bulan setelah diundangkan.
Pengertian Hak Cipta sebagaimana kita kenal sekarang, tidak dapat lepas dari perkembangan sejarahnya. Faktor – factor yang mempunyai pengaruh Hak Cipta adalah faktor sosial, ekonomi, politik dan teknologi, dimana ketiga factor tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan hak cipta yang bertujuan untuk melindungi para pencetus atau pencipta. Dalam rumusan undang – undang mengenai pengertian Hak Cipta dalam hal ini didasarkan pada Undang – undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang sebagaimana telah diubah dari Undang – undang No. 12 Tahun 1997 yang sebelumnnya diubah dari Undang – undang No. 7 Tahun 1987 yang juga telah diubah sebelumnya dari Undang – undang No. 6 Tahun 1982. Ditemukan rumusan Hak Cipta sebagai berikut : Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya maupun memberi izin untuk itu yang tibul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Hak Cipta yang dimaksud diatas dalam pembahasan ini didasarkan pada Undang – undang No.19 Tahun 2002. Berdasarkan kuitpan diatas dapat kita garis bawahi kutipan diatas terutama pada kalimat bahwa Hak Cipta adalah Hak Khusus bagi penciptanya yang berarti bahwa hak ini hanya diperuntukkan bagi para penciptanya dan bagi mereka yang memperoleh daripadanya. Tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu atau orang lain hanya dapat melakukan atas izin pencipta. Istilah ``hak khusus’’ dipakai untuk menerangkan bahwa hak Cipta merupkan hak istimewa.13Kedua hak khusus tersebut meliputi hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya, yang sesuai dengan penjelasan arti beberapa istilah tercantum dalam pasal 1 Undang – undang Hak Cipta, adalah sebagai berikut :
1.     Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaaan dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain.
2.   Perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, hamper sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan – bahan yang sama maupun tidak sama. Termasuk mengalih wuudkan sesuatu ciptaan.

Menurut rumusan Undang – undang Hak Cipta 202, ciptaan adalah hasil karya setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu, seni dan sastra. Sedangkan pencipta adalah seorang yang secara bersama – sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Pengertian Hak Cipta sendiri adalah suatu pengertian yang luas yang dapat diklarifikasikan ke dalam beberapa bentuk hak yang berbeda yaitu hak ekonomi (economy Rights) dan hak moral (moral rights). Undang – undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002 sendiri membedakan hak cipta dengan hak milik industri yang lain. Dikatakan bahwa ciptaan itu adalah hasil kraya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perkembangan industri yang berbasis hak cipta telah meningkatkan pendapatan, juga telah meningkatkan kesempatan kerja. Peluang kerja baru semakin terbuka seiring dengan perkembangan kemajuan industri tersebut Industri yang berbasis Hak Cipta itu diantaranya ialah industri musik dan perdagangannya.


CONTOH KASUS YANG TERKAIT DENGAN MASALAH HAK CIPTA DI INDONESIA
KASUS “PENJIPLAKAN’ REOG PONOROGO

Pada tahun 2009, seorang peneliti yang berasal dari Yogyakarta yang sedang mengikuti program ACICIS di Univesitas Gadjah Mada, sebuah kontroversial muncul mengenai Tari Pendet, sebuah kesenian yang berasal dari bali. Kontroversi heboh ini di sebabkan penggunaan tarian yang berasal dari bali ini dalam sebuah iklan pariwisata Malaysia. Reaksi yang di terima saat berita ini pertama kali di siarkan sangat mengejutkan. Banyak warga marah luar biasa dengan negeri jiran, Malaysia, yang telah ‘menjiplak’ sebuah kesenian yang merupakan warisan budaya Indonesia. Ternyata ini bukan pertama kalinya.
        Tari Reog Ponorogo sempat menjadi bahan berita di Indonesia pada bulan November 2007, saat Tari Barongan, yang “persis bahkan sama” dengan Reog, menjadi bagian dari kampanye pariwisata Visit Malaysia 2007,’Malaysia Truly Asia’. Yang paling menyinggung perasaan orang ponorogp, sosok Singo Barong yang menjadi ikon Reog pakai topeng Dadak Merah terkenalnya tanpa tulisan ‘Reog Ponorogo’ yang seharusnya ada dimana pun Reog di pentaskan. Malah tulisan Reog Ponorogo itu di ganti dengan satu kata ‘Malaysia’. Kebetulan pada tahun 2004 di ciptakan buku ‘Pedoman Dasar Kesenian Reog Ponorogo Dalam Pentas Budaya Bangsa’yang merupakan daftar lengkap alat-alat dan gerakan Reog dan juga menjaminkan hak cipta atas Reog kepada kabupaten Ponorogo, tetapi hanya sampai ke tingkat nasional.
        Saat ini banyak media di Indonesia menyiarkan berita bahwa Malaysia telah ‘mengklaim’ Reog sebagai miliknya sendiri. Hal itu berdasarkan pencantuman Barogan alias Reog di situs resmi pariwisata Malaysia dengan penjelasan bahwa kesenian tersebut ‘berkembang di Batu Pahat, Johor dan Selangor”.Beberapa hari setelah berita itu pertama kali di cetak, sekelompok mahasiswa dari Universitas Islam Sunan Giri dan Institut Agama Islam Riyadatul Muhajidin Ponpes Walisongo berunjuk rasa sekalian membakar bendera Malaysia di kota Ponorogo. Duta Besar Malaysia, Dato Zainal Abidin Zain, memberikan penjelasan bahwa “Kerajaan Malaysia tidak pernah mengklaim tari reog original dari Malaysia”. Tanggal 5 Deseber Dubes Malaysia menyelenggarakan acara di kedubes Malaysia yang di hadiri bupati Ponorogo, sehingga secara resmi masalah penjiplakan Reog di anggap ‘sudah selesai’.

Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar